A. Berdirinya Kerajaan Turki Usmani
Bangsa
Turki tercatat dalam sejarah atas keberhasilannya mendirikan dua
Dinasti, yaitu Dinasti Turki Saljuk dan Turki Usmani. Kehancuran Dinasti Turki
Saljuk oleh serangan bangsa Mongol merupakan awal dari terbentuknya Dinasti
Turki Usmani.
Anatolia
sebelum masa orang-orang utsmaniyah
Negeri
Anatolia (asia kecil) dahulu sebelum islam merupakan kerajaan yang berada
dibawah kekuasaan Byzantium (romawi timmur). Penaklukan-penaklukan oleh pasukan
islam sampai di sebagian wilayah timur negeri ini, dari ujung Armenia hingga ke
puncak gunung thurus sejak tahun 50 H, pada masa
kekhalifahan muawiyah , kam muslim belum mampu menaklukkan konstanttinopel,
walaupun telah dilakukan berulang kali usaha penyerangan.
Setelah
perang maladzikr pada tahun 463 H yang dimenagkan oleh orang-orang saljuk
dengan kemenangan yang gemilang aas romawi, pengaruh kemenangan ini terus
meluas ke negeri Anatolia. Mereka saat itu telah memiliki pemerintahan yang
terkemuka yaitu pemerintahan romawi saljuk.
Anatolia
kemudian jau ke tangan Mongolia, setelah merebutnya dari saljuk romawi . maka
terjadilah peperangan antara Mongolia dank am muslimin dan ini terjadi pada
tahun 641 H. setelah kekalahan Mongolia pada perang ain jalut, tahun 658 H
berangkatlah Zharir Bibris ke saljuk Romawi dan Mongolia, menyusul kekalahan
besar ini sebagai pelajaran besar ini. Bersamaan dengan lemahnya Mongolia ,
pemerintahan utsmaniyah lalu menguasainya pada masa yang berbeda.
Orang-orang
Utsmaniyah bernasab pada kabilah qobi yang berasal dari kabilah Ghizz
Turkmaniyah yang beragama islam dari negeri Turkistan.Tatkala terjadi
penyerbuan mongolia atas negeri itu, kakek mereka (sulaiman) berhijrah ke
negeri romawi, lalu ke syam dab ke irak. Dan mereka tenggelam di sungai Eufrat.
Kabilah ini
lalu terpecah-pecah. Satu kelompok lalu kembali ke negeri asalnya. Dan satu
kelompoknya bersama dengan Erthoghul bin sulaiman.
Nama
Kerajaan Usmani diambil dari nama putra Erthogrul. Ia mempunyai seorang putra
yang bernama Usman yang lahir pada tahun 1258. Nama Usman inilah yang kemudian
lahir istilah Kerajaan Turki Usmani atau Kerajaan Usmani. Pendiri Kerajaan ini
adalah bangsa Turki dari Kabila Oghus. Yang mendiami daerah Mongol dan daerah
Utara Negeri Cina, kemudian pindah ke Turkistan, lalu ke Persia dan Iraq
sekitar abad ke-9 dan 10.
Pada abad
ke-13 M, Erthoghul pergi ke Anatolia. Wilayah itu berada dibawah kekuasaan
Sultan Alaudin II (Salajikoh Alaudin Kaiqobad). Erthoghul membantunya melawan
serangan dari Byzantium. Ertoghul menang dan mendapatkan sebagian wilayah
(Asyki Syahr) dari Alaudin dari Byzantium dan sebagian hartanyamereka melarikan
diri ke wilayah Barat sebagai akibat dari serangan Mongol. mereka mencari
tempat perlindungan dari Turki Saljuk di daratan Tinggi Asia Kecil. Di bawah pimpinan
Ertugrul, mereka mengabdikan diri pada Sultan Alauddin II, Sultan Saljuk yang
berperang melawan Bizantium. Atas jasa baiknya, Sultan Alauddin menghadiahkan
sebidang tanah di Asia Kecil, yang berbatasan dengan Bizantium dan memilih
Syukud sebagai Ibu kotanya.
Ertugrul
meninggal dunia pada tahun 1289 M. kepemimpinannya dilanjutkan oleh putranya
yang bernama Usman (1281-1324), atas persetujuan Alauddin. Pada tahun 1300,
bangsa Mongol Menyerang Kerajaan Saljuk, dan Dinasti ini terpecah-pecah dalam
beberapa Dinasti kecil. Dalam kondisi kehancuran Saljuk inilah, Usman mengklaim
Kemerdekaan secara penuh atas wilayah yang didudukinya, sekaligus
memproklamirkan berdirinya kerajaan Turki Usmani. Dengan demikian, secara tidak
langsung mereka mengakui Usman sebagai penguasa tertinggi dengan gelar
“Padinsyah Ali Usman”.
B.
Perkembangan Kerajaan usmani
1. Bidang
militer
Para
pemimpin kerajaan Turki Usmani adalah orang-orang yang kuat, sehingga kerajaan
dapat melakukan ekspansi dengan cepat dan luas. Namun, kerajaan Turki Usmani
mencapai masa keemasannya bukan semata-mata karena keunggulan politik para
pemimpinnya. Akan tetapi yang terpenting diantaranya adalah keberanian,
ketrampilan, ketangguhan, dan kekuatan militernya yang sanngup bertempur kapan
saja dan dimana saja. Orkhan pemimpin Turki Usmani yang pertama kali
mengorganisasi kekuatan militer dengan baik serta taktik dan strategi tempur
yang teratur. Pada periode ini tentara Islam pertama kali masuk ke Eropa.
Orkhan
berhasil mereformasi dan membentuk tiga pasukan utama tentara. Pertama, tentara
Sipahi (tentara reguler) yang mendapatkan gaji tiap bulannya. Kedua, tentara
Hazeb (tentara ireguler) yang di gaji pada saat mendapatkan harta rampasan
perang (Mal al-Ghanimah). Ketiga, tentara Jenissary atau Inkisyariyah (tentara
yang direkrut pada saat berumur 12 tahun, kebanyakan adalah anak-anak Kristen
yang dibimbing Islam dengan disiplin yang kuat). Pasukan inilah yang dapat
mengubah negara Turki Usmani menjadi mesin perang yang paling kuat dan
memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukan negeri-negeri nonmuslim.
Orkhan
juga membenahi angkatan laut karena ia mempunyai peranan yang besar dalam
perjalanan ekspansi Turki Usmani. Pada abad ke-16, angkatan laut Turki Usmani
mencapai puncak kejayaan, karena dengan cepat dapat menguasai wilayah yang amat
luas baik di Asia, Afrika, maupun Eropa. Faktor utama yang mendorong kemajuan
di lapangan kemiliteran ini adalah tabiat bangsa Turki itu sendiri yang
bersifat militer, berdisiplin, dan patuh terhadap peraturan. Yang mana tabiat
ini merupakan tabiat yang mereka warisi dari nenek moyangnya di Asia Tengah.
2. Bidang
Pemerintahan
Suksesnya Ekspansi Turki Usmani selain karena ketangguhan tentaranya juga
dibarengi pula dengan terciptanya jaringan pemerintahan yang teratur. Dalam
mengelola wilayah yang luas para raja-raja Turki Usmani senantiasa bertindak
tegas. Dalam struktur pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi. Dibantu
oleh shadr al-a’zham (perdana menteri) yang membawahi pasya (gubernur).
Gubernur mengepalai daerah tingkat I. di bawahnya terdapat beberapa orang
al-Zanaziq atau ‘Alawiyah (bupati). Contohnya, ketika Turki Usmani dipimpin
oleh Murad II. Beliau adalah seorang penguasa yang saleh dan dicintai
rakyatnya, ia juga seorang yang sabar, cerdas, berjiwa besar, dan ahli
ketatanegaraan. Bahkan Murad II banyak mendapat pujian dari sejarawan barat.
Selain itu, di masa pemerintahan Sultan Sulaiman I untuk mengatur urusan pemerintahan negara disusun sebuah kitab undang-undang (Qanun) yang diberi nama Multaqa al-Abhur yang menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Turki Usmani.
Selain itu, di masa pemerintahan Sultan Sulaiman I untuk mengatur urusan pemerintahan negara disusun sebuah kitab undang-undang (Qanun) yang diberi nama Multaqa al-Abhur yang menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Turki Usmani.
3. Bidang Ilmu Pengetahuan
Turki
Usmani merupakan bangsa yang berdarah militer, sehingga lebih banyak
memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang kemiliteran. Sementara dalam bidang
ilmu pengetahuan tidaklah begitu menonjol. Karena itulah dalam khazanah
intelektual Islam kita tidak menemukan ilmuwan terkemuka dari Turki Usmani.
Namun
demikian, mereka banyak berkiprah dalam pengembangan seni arsitektur Islam
berupa bangunan-bangunan masjid yang indah. Seperti masjid Al-Muhammadi atau
masjid Jami’ Sultan Muhammad Al-Fatih, masjid Agung Sulaiman, dan masjid Abi
Ayyub Al-Anshari. Masjid-masjid tersebut dihiasi pula dengan kaligrafi yang
indah. Ada salah satu masjid yang terkenal keindahan kaligrafinya adalah masjid
yang asalnya Gereja Aya Sopia. Yang mana hiasan kaligrafi itu dijadikan penutup
gambar Kristiani yang ada sebelumnya.
Selain
itu, pada masa sultan Sulaiman I di kota-kota besar dan kota-kota lainnya
banyak di bangun masjid, sekolah, rumah sakit, gedung, makam, jembatan, saluran
air, villa, dan pemandian umum.
4. Bidang Budaya
Pengaruh
dari ekspansi wilayah Turki Usmani yang sangat luas, sehingga kebudayaannya
merupakan perpaduan macam-macam kebudayaan. Diantaranya adalah kebudayaan
Persia, Bizantium, dan Arab.
Dari
kebudayaan Persia, mereka banyak mengambil ajaran-ajaran tentang etika dan tata
krama dalam istana raja-raja. Dari Bizantium, organisasi pemerintahan dan
kemiliteran banyak diserap. Sedangkan dari Arab, mereka banyak menyerap
ajaran-ajaran tentang prinsip-prinsip ekonomi, sosial kemasyarakatan, keilmuan,
dan bahasa/huruf.
Orang-orang
Turki Usmani memang terkenal sebagai bangsa yang suka dan mudah berasimilasi
dengan bangsa asing dan terbuka untuk menerima kebudayaan luar.
C. KERUNTUHAN KERAJAAN TURKI USMANI
1. Sultan Berperangai Buruk
Beberapa Sultan setelah Sultan Suleiman I dicatat oleh
sejarah mempunyai perangai yang buruk. Seperti Sultan Murad III (1574 – 1595)
berkepribadian jelek dan suka menuruti hawa nafsunya sendiri. Sultan Muhammad
III (1595 – 1603) tercatat telah membunuh 19 saudara laki-lakinya dan
menenggelamkan 10 orang janda dari ayahnya demi kepentingan pribadinya. Tidak
hanya Sultan, beberapa pejabat juga mengalami penyakit yang juga menimpa
bangsa-bangsa besar sebelumnya yaitu cinta dunia dan bermewah-mewahan, sikap
iri hati, saling membenci, dan penindasan.
2. Sultan yang Lemah
Tidak hanya sultan yang berperangai buruk, sultan yang
lemah juga menjadi salah satu faktor kemunduran kesultanan Utsmaniyah. Sultan
yang lemah membuat peluang besar bagi terjadinya degradasi politik. Ketika
terjadi benturan di kalangan elit politik, dengan mudah mereka terkotak-kotak
menjadi beberapa kelompok. Sementara Sultan dikondisikan untuk menghabiskan
waktunya di istana agar tidak terlibat langsung dalam intrik-intrik politik
yang telah dirancang.
Seperti Sultan Ibrahim (1640 – 1648) yang kalah
berturut-turut dalam pertempuran laut. Sultan Abd Al-Hamid (1774 – 1789)
membuat “Perjanjian Kinarja” dengan Ratu Catherine II dari Rusia yang berisi
pengakuan kemerdekaan Kirman (Crimea) dan penyerahan benteng-benteng yang
berada di Laut Hitam kepada Rusia, serta pemberian ijin kepada armada Rusia
untuk melintasi selat yang menghubungkan Laut Hitam dan Laut Putih.
3. Pemberontakan-pemberontakan
Internal
Pemberontakan terjadi dimana-mana. Ali Bey pada tahun
1770 memimpin Mamalik menguasai Mesir. Fakhral-Din, seorang pemimpin Duntze,
berhasil menguasai Palestina dan pada tahun 1610 merampas Ba’albak serta
mengancam Damaskus. Di Persia, Kerajaan Safawi beberapa kali mengadakan
perlawanan kepada Kesultanan Utsmaniyah.
4. Kemerosotan Kondisi Sosial
Ekonomi
Kerajaan memperoleh masalah internal akibat dampak
pertumbuhan perdagangan dan ekonomi internasional. Kemampuan kerajaan untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri melemah, sementara saat itu bangsa Eropa telah
mengembangkan kekuatan dalam struktur ekonomi dan keuangan bagi kepentingan
mereka sendiri. Desentralisasi kekuasaan dan munculnya pengaruh pejabat daerah
memberikan sumbangan bagi keruntuhan ekonomi tradisional Kesultanan Utsmaniyah.
5. Munculnya Kekuatan Eropa
Kekuatan politik baru saat itu muncul di Eropa. Saat
Kesultanan Utsmaniyah sibuk membenahi negara dan masyarakat, bangsa Eropa
sedang menggalang militer, ekonomi, dan teknologi. Sehingga ketika terjadi
konfrontasi di abad XXI, kerajaan Turki Utsmani tidak mampu menghadapi.
6. Kalah Perang dari Eropa
Seperti kebanyakan kerajaan, musuh tidak hanya dari
dalam, tapi juga dari luar. Sejak abad ke-16 Kerajaan Turki Utsmani pun sering
mendapat serangan dari luar. Puncaknya adalah pada Perang Dunia I dimana Turki
kehilangan segala-galanya dan militer penjajah memasuki Istambul akibat dari
rencana busuk Mustafa Kemal.
7. Gerakan Oposisi Sekuler dan
Nasionalis
Jika di abad sebelumnya Kesultanan Utsmaniyah mengalami
pemberontakan internal dari penguasa daerah setempat, di abad ke 20 kerajaan
ini mengalami pemberontakan dari segi politik. Mustafa Kemal Ataturk
menggawangi Organisasi Wanita Turki dan Organisasi Persatuan dan Kemajuan yang
banyak bekerja sama dengan negara Eropa untuk menghilangkan kekhalifahan.
Pada tahun 1909, dengan dalih mogok massal,
Organisasi Persatuan dan Kemajuan menyingkirkan Khalifah Abdul Hamid II yang
kemudian Sultan menjadi tinggal simbol belaka. Puncaknya ada 3 Maret 1924,
badan legislatif membubarkan Khilafah Islamiyah, mengangkat Mustafa Kemal
sebagai Presiden Turki, dan mengusir dari Turki serta menyita asset kekayaan
dari Khalifah Abdul Hamid II dan keluarga kerajaan.
Komentar
Posting Komentar